Monday, April 30, 2012

Menggugat Pendidikan Kita


Pendidikan merupakan syarat utama untuk menjadi menjadi bangsa yang besar, maju dan bersaing. Sekalipun sebuah bangsa hancur, ia akan dapat segera menjadi bangsa yang kokoh tak perlu dalam hitungan abad, jika membangun pendidikan dengan benar.

Sejarah sudah membuktikan ketika jepang terpuruk dengan hancurnya dua kota besarnya hiroshima dan nagasakai akibat dibom atom oleh sekutu pada perang dunia ke dua. Mendapati negerinya hancur dilumat musuh, bukan berapa banyak pasukan yang tersisa, bukan bukan seberapa banyak cadangan devisa maupun seberapa banyak kerugian yang dialami negara yang ia tanya, tetapi berapa banyak para guru yang masih hidup tersisa, luar biasa, dan kita pun tak dapat memungkirinya, sejak tahun 1945 hingga kini, Jepang telah terbukti mampu bangkit dalam waktu singkat dan telah mampu bersaing dengan negara-negara pemenang perang, bahkan telah menempati posisi dalam jajaran negara maju sejajara dengan amerika, inggrisdan lainnya.

Kini, kita akan berkaca pada apa yang telah terjadi dengan bangsa kita. Ketika pada masa penjajahan, rakyat kita sangat sedikit sekali yang dapat mengenyam pendidikan. Hanya beberrapa gelintir saja. Namun meski begitu, dapat kita rasakan

betapa hebatnya hasil didikan masa penjajahan tersebut. Kita kenal bapak-bapak bangsa kita, baik yang bersekolah hingga ke Belanda seperti Hatta, Tan Malaka, dan Sutan Sjahrir, maupun yang hanya berpendidikan di dalam negeri seperti Soekarno. Mereka menjadi bukti pendidikan bangsa belanda cukup berhasil membentuk pemimpin-pemimpin bangsa yang solid dan santun meski terkadang saling berbeda pandangan.

Yang kita temui kini justru sangat berbeda, pendidikan kita yang diklaim sudah cukup maju dan sudah merambah standar internasioanal, namun hasil produksi insannya terkadang jauh dari harapan untuk memnbangun bangsa. Tidak sedikit para orang-orang cerdas berpendidikan tinggi bertitel panjang, namun justru menjadi contoh tidak baik dalam bangsa kita; menjadi seorang koruptor dan menyuap demi jabatannya.

Ada yang salah dengan sistem pendidikan kita tentunya. Hasil pendidikan kita terkesan hanya menghasilkan sosok manusia-manusia intelek yang dingin tak berkeprimanusiaan yang tak peduli dengan sesamanya, yang justru mencerminkan sifat orang-orang tak berpendidikan; arogan dan tak bermoral.

Pendidikan kita pun seolah hanya menjadi sebuah pembentuk sistem kasta era baru masa kini, untuk membedakan orang-orang berpendidikan dan yang tidak, tanpa memperhatikan kemampuan yang benar-benar dimiliki. Orang-orang yang tak bertitel tidak bisa mendapatkan posisi jabatan yang lebih tinggi di dalam pekerjaannya.

Di lain sisi, pendidikan hanya seolah sebagai formalitas belaka, dan cenderung komersial. Bagaimana tidak, betapa

banyak para sarjana-sarjana lulusan perguruan tinggi negeri kita yang tak lebih hanya menjadi pengangguran. Mereka berkuliah, tetapi untuk kemudian pendidikannya sama sekali tidak digunakan oleh negara. Ini seolah ada pembiaran. Seharusnya pendidikan kita ini untuk memberikan solusi kemajuan bangsa, bukan sekedar untuk mensarjanakan rakyatnya saja agar pendidikan negara kita tidak ketingggalan dengan negara-negara tetangga.

Sistem ujian anak-anak sekolah kita pun hingga kini tak lebih sebagai formalitas saja, bahkan cenderung sekadar tipu-tipu. Setiap tahun ujian nasional dilaksanakan denga biaya yang tidak sedikit hingga milyaran rupiah. Mulai dari pembuatan soal yang katanya sangat dirahasiakan, hingga penjagaan polisi di sekolah. Namun apa yang terjadi di belakang layar, sangat memalukan. Meski setiap pejabat pendidikan mengatakan tidak ada kecurangan, tetapi dilapangan membuktikan bahwa justru sebagian guru yang memberikan bocoran.

Perguruan tinggi pun sepereti tahu kualitas sebenarnya dari ujian nasional. Meski lulus dengan nilai sangat besar, namun perguruan tinggi tidak mengakui nilai ujian nasioanal tersebut, mereka melakukakan seleksi nasional ,masuk perguruan tinggi negeri (SNMPTN). Bukankah ini tidak sinkron, dan merupakan pemborosan? Sepatutnya kalau memang pendidikan kita sudah bersinergi dan terintegrasi, dan kualitasnya dapat dipercaya di tiap tahap ujian, maka sangat tidak perlu adanya lagi pemborosan seperti ini.

Seharusnya kita berkaca dan introspeksi mengenai pendidikan bangsa kita. Sekian lama setelah merdeka, namun jiwa-jiwa tidak juga benar-benar merdeka. Bangsa kita masih saja menjadi kuli di negeri sendiri, menjadi pekerja sedangkan orang-orang asing menjadi bos-bos kita. Persis seperti masa kolonialisme dahulu, hanya bedanya kini tak kasat mata. Berpuluh-puluh tahun sudah kita merdeka, namun bangsa kita tak juga bangkit. Sedangkan Jepang yang
hancur kalah dalam perang, kini sudah membuktikan bahwa ia kini mampu bersaing dengan pemenang perang kala itu. Bahkan dengan kejadian meledaknya reaktor nuklir beberapa waktu lalu, mereka tetap optimis dalam saat-saat kritis.

Saatnya kita beralih kepada pendidikan karakter bangsa kita. Dan harapannya suatu saat ketika bangsa kita terkena bencana besar, ada pemimpin bangsa kita yang bukan bertanya berapa besar kerugian kita, tetapi justru berapa banyak guru yang tersisa. Mudah-mudahan pendidikan kita segera bangkit, hingga bangkitlah pula bangsa kita ini. Semoga.

http://edukasi.kompasiana.com/2011/07/07/menggugat-pendidikan-kita

No comments:

Post a Comment